Lima tahun sudah Abdul Mutholib ngangsu kaweruh di Pondok Syubbaniyah Islamiyah Buntet Pesantren, Cirebon, Jawa Barat. Ia pulang ke rumahnya di Dukuh Krupuk, Desa Kenanga, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu, menggunakan sepeda ontel.
"Sudah dua kali ini ia pulang memakai sepeda onthel. Tapi, baru kali ini ia pulang memakai sepeda saat bulan Ramadhan," ujar Ahmad Irsyad Al-Faruq, salah satu pengajar pondok.
Sebelumnya, santri tersebut pernah pulang menggunakan sepeda dari pondok selepas maghrib. Sampai rumahnya sekitar pukul 12 malam. Tetapi, peristiwa yang menyeramkan membuatnya kapok mengulanginya sehingga ia memilih pulang siang.
Selepas shalat Jumat, ia mulai perjalanan panjangnya dengan menggunakan sepeda yang di bagian belakangnya dipasang bendera Merah Putih dan Nahdlatul Ulama. Jok belakangnya ia ikatkan kardus berisikan kitab, buku, dan beberapa barang bawaannya. Dengan berpakaian ala santri, ia dilepas langsung oleh H Attabik Humaini, salah satu pengasuh pondok, pada pukul 13.00 WIB.
Abdul, sapaan akrabnya, pulang dari pondok paling terakhir. Sebagai ketua pondok, ia merasa punya tanggung jawab untuk memastikan keadaan pondok sudah rapi dan aman.
Sesampainya di rumah ia langsung kirim kabar ke pondok, dan meceritakan kejadian yang ia alami di perjalanan. Berikut kisahnya.
Abdul menjadi pusat perhatian sepanjang jalan. Ada yang mengacungkan jempol, mengangkat tangan tanda hormat, bahkan ada yang mengabadikannya dengan video melalui ponsel. Begitu ia menceritakan kepada pengasuhnya selepas tiba di rumah bakda Maghrib.
Di tengah perjalanan, ia terpaksa membatalkan puasanya. Sebab, cuaca panas dan perih perut yang tak tertahankan memaksanya mengisi energi demi sampai ke tempat tinggalnya. Hal ini ia lakukan saat tiba di Kecamatan Suranenggala, Kabupaten Cirebon.
Sampai Indramayu, kisahnya, ia sempat bertemu dengan gerombolan pemuda. Sempat tegang karena khawatir diperlakukan tidak-tidak, tapi ia terus melanjutkan perjalanannya. Pemuda yang ternyata kepala desa itu malah mengajaknya mampir ke rumahnya.
Kepala desa itu menanyakan perjalannya setelah melewati Kapetakan mengingat di wilayah tersebut rawan konflik. Beberapa malam terakhir terjadi tawuran antarwarga.
Di tengah perjalanan, ia sempat istirahat. Saat itu, ia diceritakan banyak hal oleh tukang becak motor yang ternyata alumni Pondok Pesantren Kempek, Cirebon.
Ia juga diberi uang 15 ribu oleh seorang pemuda. Meskipun awalnya menolak, ia akhirnya menerima karena pemuda tersebut memaksanya untuk menerima. Abdul juga menerima uang 50 ribu dari seorang pengemudi mobil berplat B yang menghentikannya di Bundaran Mangga, Indramayu. Abdul pun mendapatkan makan dan minum setelah membantu seseorang yang kemalingan.
Siswa kelas 3 SMK NU Mekanika Buntet Pesantren itu merasakan betul berkahnya NU. Dengan membawa benderanya, ia banyak mendapatkan rezeki di perjalanan.
"Berkah bawa-bawa bendera NU. Bener, aja watir kelaperan jadi santri NU (jangan khawatir kelaparan menjadi santri NU). Balik jeh olie mekaya (pulang-pulang kok dapetnya uang dan rizki)," ujarnya kepada keluarga pondok sembari tertawa.
#NahdliyinOnline
#PonpesBuntetCirebon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar