Oleh Suryono Zakka
Benarkah perayaan maulid itu tasyabbuh bil kuffar (menyerupai orang kafir)?
Kaum Wahabi menuduh bahwa perayaan maulid menyamai tradisi orang kafir (non-muslim). Mereka menganggap orang yang merayakan maulid mempraktikkan pemujaan kepada nabi sehingga dianggap ghuluw (berlebih-lebihan) yang mengakibatkan menuhankan nabi.
Tidak tepat bahwa perayaan maulid sebagai praktik menuhankan nabi atau mengkultuskannya sebab umat Islam sampai kapanpun tidak akan mungkin menuhankan nabi sebagaimana dalam tradisi agama lain. Mengagungkan nabi bukan berarti menyembah dan menuhankan nabi melainkan sekedar mengangungkan manusia yang berbudi pekerti agung dan memang sudah selayaknya untuk diagungkan.
Bentuk penghormatan tidak mesti dianggap penyembahan sebagaimana Allah pernah memerintahkan kepada malaikat agar bersujud kepada Adam. Walau malaikat bersujud pada Adam bukan berarti malaikat menuhankan Adam sehingga Adam tetaplah manusia yang tidak pernah akan menjadi Tuhan. Perayaan maulid tidak akan merusak akidah dan ibadah umat Islam.
Betapa agungnya rasulullah, hingga Allah bershalawat kepadanya. Al-Qur'an pun merekam tentang keagungan Akhlak rasulullah:
وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ
Dan sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi pekerti yang luhur. [QS. Al-Qalam: Ayat 4]
Benarkah maulid itu bid'ah tercela?
Tidak sebagaimana piciknya pemahaman Wahabi, bid'ah dalam pandangan ulama Aswaja terbagi menjadi dua yakni bid'ah yang baik (hasanah) yang memiliki dimensi sunnah (berpahala) serta tidak menabrak syariat dan bid'ah tercela (dhalalah) yang melanggar syariat.
Al-Baihaqi dalam Al-Madkhal menyebutkan:
وقوله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وكل بدعة ضلالة" وهو من
العام الذي أريد به الخاص بدليل قوله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المخرج في "الصحيح": "من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد". وقد ثبت عن الإمام الشافعي قوله: المحدثات من الأمور ضربان أحدهما: ما أحدث يخالف كتاباً أو سنة أو أثراً أو إجماعاً، فهذه البدعة الضلالة. وما أحدث من الخير لا خلاف فيه لواحد من هذا، فهذه محدثة غير مذمومة. رواه البيهقي في "المدخل".
Ucapan Rasulullah SAW ‘Setiap bid‘ah itu sesat’ secara bahasa berbentuk umum, tapi maksudnya khusus seperti keterangan hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan dalam Shahih Bukhari, ‘Siapa saja yang mengada-ada di dalam urusan kami yang bukan bersumber darinya, maka tertolak’. Riwayat kuat menyebutkan Imam Syafi’i berkata, ‘Perkara yang diada-adakan terbagi dua. Pertama, perkara baru yang bertentangan dengan Al-Quran, Sunah Rasul, pandangan sahabat, atau kesepakatan ulama, ini yang dimaksud bid‘ah sesat. Kedua, perkara baru yang baik-baik tetapi tidak bertentangan dengan sumber-sumber hukum tersebut, adalah bid‘ah yang tidak tercela.
Perayaan maulid merupakan perayaan yang sangat perlu untuk dilestarikan sebab mengandung banyak manfaat yang bernilai pahala didalamnya. Mulai dari bacaan Al-Qur'an, shalawat, taushiyah, sedekah dan seterusnya. Mengingat betapa pentingnya perayaan maulid, diberbagai negara masih menggelar acara maulid hingga saat ini.
Apakah benar bahwa Rasulullah tidak merayakan maulid?
Jika maulid dipahami sebagaimana praktik sekarang yakni dengan cara mengadakan acara pengajian atau tabligh akbar, tentu rasulullah tidak pernah melakukannya namun jika maulid dipahami sebagai ekspresi penghormatan terhadap hari kelahiran maka rasulullah melakukan perayaan maulid yakni memperingati kelahirannya dengan cara berpuasa.
أَنَّ أَعْرَبِيًّا سَأَلَ رَسُوْلَ اللهِ صلي الله عليه وسلم عَنْ صِيَامِ يَوْمِ الْإِثْنَيْنِ فَقَالَ: ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيْهِ, وَأُنْرِلَ عَلَيَّ فِيْهِ
Seorang Arab Badui bertanya kepada Rasulullah SAW tentang puasa di hari Senin, Rasulullah menjawab: “Itu adalah hari dimana aku dilahirkan, dan hari dimana (wahyu) diturunkan kepadaku.” (HR. Imam Muslim)
Mengapa para sahabat tidak merayakan maulid?
Para sahabat tidak merayakan maulid bukan berarti maulid bertentangan dengan amalan rasulullah dan sahabat. Rasulullah adalah pribadi yang agung maka tidak akan mungkin rasulullah mengagungkan dirinya pada umatnya untuk diperingati kelahirannya. Maulid adalah ranah sosial yang didalamnya tidak melanggar syariat. Bahkan maulid menjadi sarana dakwah yang urgen untuk konteks saat ini. Adakalanya hal-hal yang belum mendasar dimasa rasulullah dan sahabat namun akan menjadi hal yang sangat penting bagi umat setelahnya.
Sebagaimana pembukuan Al-Qur'an, kodifikasi hadits, pelajaran tafsir, materi ushul fiqh, tasawuf dan materi keislaman lainnya dimasa rasulullah dan sahabat belum menjadi fokus kajian atau disiplin keilmuan sehingga tidak pernah dicontohkan oleh nabi dan sahabat namun oleh generasi setelahnya dipraktikkan mengingat kemaslahatan umat dimasa mendatang.
Begitupun maulid, dalam konteks saat ini bukan hanya boleh tapi menjadi hal yang sangat penting untuk dirayakan sebagai sarana mengingat dan meneladani kehidupan nabi. Maulid sebahai sarana memperbanyak shalawat untuk menumbuhkan cinta serta memperoleh syafaat darinya. Sudah selayaknya umat muslim bergembira menyambut hari kelahiran nabi sebab kelahirannya sudah membawa berkah dan rahmat bagi semesta.
Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani mengatakan:
وَالْحَاصِلُ اَنّ الْاِجْتِمَاعَ لِاَجْلِ الْمَوْلِدِ النَّبَوِيِّ اَمْرٌ عَادِيٌّ وَلَكِنَّهُ مِنَ الْعَادَاتِ الْخَيْرَةِ الصَّالِحَةِ الَّتِي تَشْتَمِلُ عَلَي مَنَافِعَ كَثِيْرَةٍ وَفَوَائِدَ تَعُوْدُ عَلَي النَّاسِ بِفَضْلٍ وَفِيْرٍ لِاَنَّهَا مَطْلُوْبَةٌ شَرْعًا بِاَفْرِادِهَا.
Bahwa sesungguhnya mengadakan Maulid Nabi Saw merupakan suatu tradisi dari tradisi-tradisi yang baik, yang mengandung banyak manfaat dan faidah yang kembali kepada manusia, sebab adanya karunia yang besar. Oleh karena itu dianjurkan dalam syara’ dengan serangkaian pelaksanaannya. [Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki, Mafahim Yajibu An-Tushahha, hal. 340]
Betapa agungnya hari saat Rasulullah dilahirkan. Betapa banyak kejadian menakjubkan saat Rasulullah lahir yang tak cukup tinta untuk menulisnya. Hingga Ibnu Katsir menerangkan dalam kitabnya Al-Bidayah Wan Nihayah bahwa empat waktu dimana Iblis menangis, diantaranya pada saat Rasulullah dilahirkan:
اَنَّ إِبْلِيْسَ رَنَّ أَرْبَعَ رَنَّاتٍ: حِيْنَ لُعِنَ، وَحِيْنَ أُهْبِطَ وَحِيْنَ وُلِدَ رَسُوْلُ اللّٰه صلّى اللّٰه عليه وسلّم وَحِيْنَ أُنْزِلَتِ الْفَاتِحَةُ.
( كتاب : البداية والنّهاية ، جز ؛ ٢، صفحة ؛ ٣٢٦، باب فيما وقع من الآيات ليلة مولده عليه الصّلاة و السّلام )
Bahwanya Iblis menangis sangat keras sebanyak empat kali yaitu ketika Iblis dilaknat oleh Allah swt., ketika Iblis diusir dari Surga, saat Rasulullah dilahirkan dan saat surat Al-Fatihah diturunkan.
Wallahu a'lam bisshawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar