Sumber: al-Syaikh Muhammad al-Dabbisi Fi Hal al-Mu’minin fi Sya’ban
Ada tujuh amalan yang perlu ditekankan oleh kita sebagai umat Islam dalam bulan Sya’ban ini sebagai berikut:
Pertama, berpuasa sebanyak mungkin di dalamnya.
Hal pertama yang perlu ditekankan bagi kita sebagai umat Islam dalam bulan Sya’ban ini adalah berpuasa. Di mana Rasulullah saw menurut beberapa riwayat berpuasa sebanyak mungkin yang tidak pernah dilakukan di bulan-bulan lainnya kecuali bulan Ramadan sebagaimana hadis berikut:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ذاك شهر يغفل الناس عنه بين رجب رمضان وهو شهر ترفع الأعمال فيه إلى رب العالمين فأحب أن يرفع عملى وأنا صائم
“Bulan itu (Sya‘ban) berada di antara Rajab dan Ramadan adalah bulan yang dilupakan manusia dan ia adalah bulan yang diangkat padanya amal ibadah kepada Tuhan Seru Sekalian Alam, maka aku suka supaya amal ibadah ku di angkat ketika aku berpuasa”. ( HR. an-Nasa’i) (Hal al-Mu’minin fi Sya’ban, hal. 30)
Kedua, meramaikannya dengan penuh ketaatan.
Rasulullah saw menamakan bulan ini dengan bulan yang terlupakan karena bulan ini berada di antara dua bulan yang sangat mulia, yaitu bulan Rajab dan bulan Ramadan. Kedua bulan itu sudah tidak asing bagi kita akan kemuliaan dan keistimewaannya sebagai mana disinyalir dalam Alquran dan Hadis.
Akibatnya, ia seakan-akan terlupakan dan kehilangan aura keistimewaannya. Imbasnya, bulan ini sepi dari amalan-amalan yang seharusnya lebih ditingkatkan dari bulan-bulan sebelumnya, karena mengingat kedekatannya dengan satu bulan yang paling mulia yaitu Ramadan sebagaimana yang dilakukan Nabi Muhammad saw dan para ulama terdahulu.
Dengan demikian, berarti Rasulullah saw menuntut umat Islam untuk meramaikan waktu-waktu yang terlupakan dengan banyak ketaatan, mulai dari berzikir hingga ibadah-ibadah lainnya sebagai bentuk penajaman pendekatan mereka terhadap Allah Swt, sehingga mereka tidak tergolong orang yang lengah dan lupa. (Hal al-Mu’minin fi Sya’ban, hal. 30)
Ketiga, menekankan diri dalam segala upaya dan daya (mujahadah al-nafsi) dalam kebaikan dan ketaatan.
Penekanan dalam upaya dan daya (mujahadah al-nafsi) ini pasti sebagai syarat utama dari seseorang yang ingin bangkit dari kelengahan dan keterpurukan. Karena jika tidak demikian sama halnya ia hanya berada dalam bayang-bayang mimpinya untuk bangkit. Allah Swt berfirman dalam surah al-Ankabut: 69:
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚوَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.”
Lebih jelasnya, Rasulullah bersabda terkait hal ini:
“Dari Abu Hurairah radhiallaahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘ Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman: ‘barangsiapa yang memusuhi wali-Ku, maka sungguh! Aku telah mengumumkan perang terhadapnya. Dan tidaklah seorang hamba bertaqarrub (mendekatkan diri dengan beribadah) kepada-Ku dengan sesuatu, yang lebih Aku cintai daripada apa yang telah Ku-wajibkan kepadanya, dan senantiasalah hamba-Ku (konsisten) bertaqarrub kepada-Ku dengan amalan sunnah hingga Aku mencintainya; bila Aku telah mencintainya, maka Aku adalah pendengarannya yang digunakannya untuk mendengar, dan penglihatannya yang digunakannya untuk melihat dan tangannya yang digunakannya untuk memukul dan kakinya yang digunakannya untuk berjalan; jika dia meminta kepada-Ku niscaya Aku akan memberikannya”. (H.R.al-Bukhâriy) (Hal al-Mu’minin fi Sya’ban, hal. 46)
Kempat, menyiapkan amalan-amalan terbaik dalam menghadapi pelaporan perbuatan dengan penuh keikhlasan.
Bulan Sya’ban ini menjadi pilihan Allah Swt untuk dilaporkannya perbuatan-perbuatan umat manusia dalam masa satu tahun oleh malaikat yang bertugas sebagaimana yang ditegaskan dan dilakukan oleh Nabi muhammad saw di atas pada hadis yang terdapat di poin pertama dan kedua. Itu artinya umat Islam dituntut untuk mempersembahkan amalan-amalan yang yang terbaik pada saat perbuatannya dilaporkan kepada Allah Swt. (Hal al-Mu’minin fi Sya’ban, hal. 52)
Kelima, menggapai ampunan Allah Swt di malam pertengahan bulan Sya’ban dengan menjauhi kesyirikan dan permusuhan.
Pada bulan ini terdapat malam di mana Allah Swt mengampuni semua dosa-dosa makhluknya kecuali orang-orang yang menyektukan-Nya dan suka menyulut api permusuhan sebagaiman disabdakan oleh Nabi Muhammad saw:
إن الله ليطلع في ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن
“Sesungguhnya Allah melihat waktu malam pertengahan Sya’ban, maka (Allah) mengampuni semua makhlukNya kecuali orang musyrik atau orang yang bersengketa.” (HR. Ibnu Majah, 1390)
Kita sebagai umat Islam jangan menyia-nyiakan malam itu (malam nisfu sya’ban). Kita harus menggapainya dengan menjauhi dua kategori perbuatan yang menghalangi ampunan-Nya, yaitu menyektukan-Nya dan suka menyulut api permusuhan, di samping juga melakukan perbuatan-perbuatan lain yang bernilai positif. (Hal al-Mu’minin fi Sya’ban, hal. 66)
Keenam, memperbanyak membaca dan memahami firman Allah (Alquran).
Bulan ini sebagaimana kita ketahui adalah bulan pendahuluan bagi bulan Ramadhan yang dikenal dengan bulan Alquran (syahr al-Qur’an). Kita tentunya akan menikmati bacaan ayat-ayat suci di dalamnya pada saat bulan Ramadhan nanti jika kita sudah membiasakannya di bulan Sya’ban ini, sebagaimana yang dilakukan oleh ulama- ulama terdahulu. Karena sejatinya seseorang akan sulit merasa nyaman dalam aktifitas tertentu jika belum terbiasa sebelumnya. (Hal al-Mu’minin fi Sya’ban, h. 70)
Kita memang dianjurkan membaca Alquran dalam setiap waktu, tanpa dibatasi waktu-waktu tertentu. Akan tetapi anjuran membaca Alquran ini sangat ditekankan di waktu-waktu yang mulia dan diberkahi seperti bulan Sya’ban dan Ramadhan. Begitu pula di tempat-tempat mulia seperti di Mekkah dan Raudhah.
Beberapa sahabat Nabi Saw menamakan bulan Sya’ban sebagai bulan Alquran, misalnya sahabat Anas bin Malik. Ibnu Rajab al-Hambali meriwayatkan sebuah atsar dari Anas bin Malik yang menceritakan kesibukan para sahabat Nabi Saw ketika memasuki bulan Sya’ban. Salah satu aktivitas para sahabat tersebut adalah membaca Alquran. Anas bin Malik bercerita;
كَانَ اْلمُسْلِمُوْنَ اِذَا دَخَلَ شَعْبَانُ اِنْكَبُّوْا عَلَى المَصَاحِفُ فَقَرَأُوْهَا وَأَخْرَجُوْا زَكَاةَ اَمْوَالِهِمْ تَقْوِيَةً لِلضَّعِيْفِ وَالمِسْكِيْنِ عَلىَ صِيَامِ رَمَضَانَ
Artinya; “Kaum muslim ketika telah memasuki bulan Sya’bun, mereka mengambil mushaf-mushafnya kemudian membacanya. Mereka juga mengeluarkan zakat hartanya agar dapat membantu menguatkan orang fakir dan miskin untuk turut serta menunaikan puasa di bulan Ramadhan”.
Dalam kitab Ma Dza Fi Sya’ban disebutkan, ‘Amr bin Qais al-Mala’i menutup tokonya pada bulan Sya’ban demi mengisi bulan tersebut dengan memperbanyak membaca Alquran. Bahkan sebagian ulama salaf menamakan bulan Sya’ban dengan bulan Alquran, seperti Habib bin Abi Tsabit. Ketika memasuki bulan Sya’ban, dia langsung berseru, “Ini adalah bulan Alquran.
Salamah bin Kuhail juga mengatakan hal yang sama, dia berkata, “Dahulu bulan Sya’ban disebut dengan bulan Alquran”.
Kenapa para ulama salaf menamakan bulan Sya’ban dengan bulan Alquran? Tidak lain karena bulan Sya’ban adalah pengantar bulan Ramadhan. Sebagaimana dalam bulan Ramadhan kita dituntut untuk sibuk dengan membaca Alquran, maka pemanasan aktivitas mulia tersebut sudah seharusnya dimulai sejak bulan Sya’ban. Bahkan Abu Bakar al-Balkhi memberikan perumpamaan bulan Sya’ban dan Ramadhan sebagai berikut;
شَهْرُ رَجَبَ شَهْرُ الزَّرْعِ ، وَشَهْرُ شَعْبَانَ شَهْرُ سَقْيِ الزَّرْعِ ، وَشَهْرُ رَمَضَان شَهْرُ حَصَادِ الزّرْعِ
Artinya; “Bulan Rajab saatnya menanam. Bulan Sya’ban saatnya menyiram tanaman dan bulan Ramadhan saatnya menuai hasil.”
Dalam kesempatan yang lain, dia memberikan perumpamaan yang berbeda;
مَثَلُ شَهْرِ رَجَبَ كالرِّيْحِ ، وَمَثَلُ شَعْبَانَ مِثْلُ الغَيْمِ ، وَمَثَلُ رَمَضَانَ مَثَلُ المَطَر ، وَمَنْ لَمْ يَزْرَعْ وَيَغْرِسْ فِيْ رَجَبَ ، وَلَمْ يَسْقِ فِيْ شَعْبَان فَكَيْفَ يُرِيْدُ أن يَحْصُدَ فِيْ رَمَضَانَ .
Artinya; “Bulan Rajab seperti angin, bulan Sya’ban bagaikan mendung dan bulan Ramadhan bagaikan hujan. Siapa yang tidak menanam di bulan Rajab, lalu tidak menyiram tanamannya di bulan Sya’ban, maka jangan berharap ia bisa menuai hasil di bulan Ramadhan”.
Dengan begitu, ketika berada di bulan Sya’ban hendaknya kita mengikuti jejak para sahabat Nabi Saw dan ulama salaf, dengan memperbanyak membaca Alquran. Tentu memperbanyak membaca di sini tidak selalu bermakna membaca Alquran dari awal surah al-Fatihah sampai surah terakhir al-Nas. Membaca surah al-Fatihah saja, atau surah al-Ikhlas saja, atau surah yang lain, jika dilakukan terus-menerus pun bisa dikategorikan sebagai memperbanyak bacaan Alquran.
Hasan bin Sahal meriwayatkan bahwa bulan Sya‘ban bertanya kepada Allah, mengapa ia ditempatkan di antara dua bulan agung, yaitu Rajab dan Ramadhan? “Aku menjadikanmu sebagai bulan untuk umat-Ku bertadarus,” jawab Allah SWT.
قال الحافظ ابن رجب الحنبلي رحمه الله تعالى روينا بإسناد ضعيف عن أنس رضي الله عنه قال: كان المسلمون إذا دخل شعبان انكبوا على المصاحف فقرأوها وأخرجوا زكاة أموالهم تقوية للضعيف والمسكين على صيام رمضان
Artinya, “Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahumullah mengatakan, ‘Kami menerima riwayat dengan sanad dhaif dari Anas RA yang mengatakan bahwa ketika masuk bulan Sya‘ban umat Islam tertunduk pada mushaf Al-Quran. Mereka menyibukkan diri dengan tadarus dan mengeluarkan harta mereka untuk membantu kelompok dhuafa dan orang-orang miskin dalam menyongsong bulan Ramadhan,” (Lihat Sayyid Muhammad bin Alwi bin Abbas Al-Maliki, Ma Dza fi Sya‘ban?, cetakan pertama, 1424 H, halaman 44).
Ketujuh, bangun malam dengan ibadah tahajjud.
Tentunya bangun malam dan ibadah tahajud tidak hanya dianjurkan di bulan ini, melainkan di bulan-bulan lainnya juga. Akan tetapi, kita tahu bahwa bulan ini sebagai bulan pemanasan bulan Ramadhan tentunya kita harus lebih menguatkan diri dalam upaya bangun malam untuk ibadah tahajud. Karena sangat tidak mungkin kita tergolong orang-orang yang mendapatkan jaminan ampunan segala dosa karena terbiasa menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan penuh iman dan perenungan, kecuali kita sudah membiasakan di bulan-bulan sebelumnya khususnya di bulan Sya’ban ini. (Hal al-Mu’minin fi Sya’ban, hal. 133)
Wallahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar